Mumi Pumo di Wamena Menunggu Berakhirnya Corona
BERITA KESEHATAN BERITA UNIK

Mumi Pumo di Wamena Menunggu Berakhirnya Corona

OperaQQLounge Mumi Pumo di Wamena Menunggu Berakhirnya Corona Melakukan perjalanan wisata ke Lembah Baliem Wamena di Kabupaten Jayawijaya tak lengkap rasanya jika tak mengunjungi obyek wisata mumi Agat Mamete Mabel atau dikenal juga dengan mumi Pumo di Kampung Wogi, Distrik Silokarnodoga, Kabupaten Jayawijaya.

Namun, kunjungan ke Lembah Baliem masih harus menunggu berakhirnya pandemi corona Covid-19. Sebab, pemerintah Papua masih menutup jalur penerbangan masuk dan keluar Papua, termasuk ke obyek wisata mumi di Wamena.

Eli Mabel, penjaga mumi Pumo berkisah pada hari biasa, pasti ada saja biro perjalanan wisata yang datang memandu wisatawan berkunjung ke mumi Pumo.

“Paling banyak kunjungan wisatawan terjadi bersamaan Festival Budaya Lembah Baliem yang rutin dilaksanakan pada bulan Agustus setiap tahunnya,” 

Saat pandemi corona, kunjungan wisatwan ke mumi pun tak ada. Walau begitu, ia tetap merawat dan menyimpan mumi dengan baik.

“Saya membuat honai khusus untuk menyimpan mumi Pumo dengan biaya pribadi. Lantai honai saya buatkan panggung, agar mumi tidak langsung menyentuh tanah, sehingga bisa tersimpan baik di tempat kering dan tak lembab,” kata Eli.

Eli menyebutkan kadang, ia harus tidur bersama mumi jika malam hari untuk menjaga mumi terhindar dari gangguan tikus atau anjing, serta binatang lainnya.

Eli menambahkan jika musim wisatawan tiba, ia bisa meraup keuntungan. Seorang wisatawan dikenakan tarif Rp50 ribu untuk melihat mumi.

“Uang yang terkumpul dari wisatawan, digunakan untuk perawatan mumi dan honai. Namun, saat corona seperti ini, perawatan mumi dilakukan dengan swadaya dan menggunakan uang pribadi,” jelasnya. POKER ONLINE

Berikut Mumi Pumo di Wamena Menunggu Berakhirnya Corona

Konservasi Mumi Jayawijaya

Mumi Pumo di Wamena, Kabupaten Jayawijaya
Mumi Pumo di Wamena, Kabupaten Jayawijaya yang menjadi obyek wisata di Lembah Baliem Papua. (Liputan6.com/Hari Suroto/Katharina Janur)

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan dalam tradisi Suku Dani, jenazah yang bisa disimpan dalam bentuk mumi hanya berlaku untuk orang-orang tertentu yang membutuhkan persyaratan.

Biasanya, jenazah seseorang bisa disimpan dalam bentuk mumi adalah tokoh adat yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat atau panglima perang.

Saat ini, ada 4 mumi di Lembah Baliem, Jayawijaya yang sudah dikonservasi, yaitu mumi Araboda, Aikima, Pumo dan Yiwika.

“Ke-4 mumi ini dikonservasi pada Oktober hingga November 2017 dengan menghabiskan dana Rp900 juta,” jelasnya.

Permasalahan konservasi mumi di Lembah Baliem adalah kondisi suhu yang dingin dan lembab. Apalagi perawatan mumi harus mengikuti kaidah ilmiah, dengan menjaga suhu udara yang sesuai.

Secara tradisional, masyarakat adat merawat mumi dengan cara diasapi dan dilumuri lemak babi. Hingga saat ini, mumi hanya dijaga oleh anggota keluarga yang dipilih. Belum ada juru pelihara yang ditunjuk oleh instansi resmi pemerintah untuk menjaga dan merawat mumi.

“Mumi yang telah selesai dikonservasi diserahkan kembali ke masyarakat adat pemilik mumi. Masih sedikit warga yang belum memahami perawatan mumi yang sesuai dengan standar, sehingga masyarakat hanya merawat dengan pengasapan,” katanya.

Maka dari itu, donasi wisatawan maupun pengunjung sangat membantu para penjaga mumi dalam melakukan perawatan mumi secara swadaya.

“Hal ini perlu diapresiasi, karena mumi merupakan tinggalan budaya yang harus terus dijaga dan dipelihara agar tidak musnah,” Hari menambahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *