5 Wilayah di Dunia yang Terbengkalai Akibat Konflik
Saksi bisu kekejaman perang
pemandangan apartemen terbengkalai pasca konflik di Famagusta, Siprus (instagram.com/estherab)
Sudah pernah dengar istilah “no man’s land”? Terma tersebut digunakan sebagai julukan untuk wilayah-wilayah yang tak dihuni manusia. Biasanya memang ada beberapa tempat atau kawasan yang sengaja dikosongkan untuk membatasi dua negara atau entitas politik yang saling bertikai.
Namun, ada pula yang kosong karena pernah menjadi saksi bisu suatu tragedi memilukan yang tak bisa dilupakan penduduk setempat. Seperti lima kota dan desa di dunia berikut ini.
1. Famagusta, Cyprus
apartemen terbengkalai di Famagusta (instagram.com/marmeladova_i)
Famagusta merupakan sebuah kota wisata di Timur Siprus. Terletak di bibir pantai, Famagusta pernah jadi primadona Siprus sebelum konflik pecah di era 1970an. Siprus adalah pulau yang dihuni penduduk keturunan Yunani dan Turki secara berdampingan selama berabad-abad.
Namun, wilayah ini selalu berada di bawah pendudukan entitas politik yang lebih besar. Sampai akhirnya Kerajaan Inggris menjanjikan kemerdekaan pada mereka. Sayangnya, mayoritas penduduk Siprus keturunan Yunani mengungkapkan keinginan untuk bergabung dengan Yunani dan jelas ditolak mentah-mentah oleh warga keturunan Turki.
Di tahun 1974, Turki akhirnya melakukan invasi ke bagian Utara Siprus dengan dalih membebaskan warganya dari pemerintah Siprus pro Yunani. Ini memaksa warga keturunan Yunani untuk pindah ke bagian Selatan Siprus dan sebaliknya warga keturunan Turki pindah ke bagian Utara. Invasi dan migrasi besar-besaran ini memakan korban jiwa dan meninggalkan trauma bagi warga Siprus.
Sejak itu Siprus pun terbelah menjadi dua bagian, Utara dan Selatan dengan garis pembatas yang melintang di beberapa kota di Siprus, termasuk ibukota mereka, Nicosia. Garis tersebut menyisakan wilayah-wilayah tanpa penghuni dengan pemandangan apartemen, hotel, dan pertokoan terbengkalai, termasuk Famagusta.
2. Kayaköy, Turki
pemandangan Kayaköy, Turki (instagram.com/rukiyeeeturk)
Sama seperti Siprus, desa Kayaköy juga dihuni penduduk Turki dan Yunani yang berbeda agama dan budaya secara berdampingan. Hubungan harmonis ini terkoyak ketika perang Turki-Yunani pecah di tahun 1919. Konflik berujung pada kebijakan deportasi di tahun 1923 yang memaksa para penduduknya meninggalkan rumah mereka agar tiap negara hanya punya satu agama mayoritas.
Warga Kristen Yunani dari Kayakoy bermigrasi ke Yunani, sementara warga keturunan Turki dari Yunani tak tertarik tinggal di wilayah perbukitan yang menurut mereka tak layak huni dan tanahnya tak subur. Lama kelamaan, desa ini kehilangan penduduk dan akhirnya kosong permanen di tahun 1957. Penduduk yang tersisa memilih untuk pindah ke desa-desa lain di sekitar perbukitan, menjadikan wilayah ini reruntuhan kosong.
3. Agdam, Azerbaijan
pemandangan kota terbengkalai Agdam, Azerbaijan oleh Rena Effendi (twitter.com/AzerbaijaninUK)
Agdam adalah salah satu kota yang terletak Karabakh, wilayah Azerbaijan yang berbatasan langsung dengan Armenia.Penduduk etnik Azeri yang menempati kota ini terpaksa bermigrasi dari rumah-rumah mereka.
Namun, penduduk Armenia juga tidak menempati Agdam. . Sejak November 2020, wilayah ini kembali ke tangan pemerintah Azerbaijan dan mereka berkomitmen untuk membangun kembali wilayah ini setelah apa yang mereka sebut sebagai dampak vandalisme Armenia.
4. Belchite, Spanyol
pemandangan desa Belchite, Spanyol (instagram.com/mariajoserubio)
Belchite merupakan desa yang terletak di provinsi Zaragoza, Spanyol.
Bahkan hingga Oktober 2021, arkeolog masih terus menemukan sisa-sisa tulang belulang korban perang di sekitar desa tersebut.
5. Oradour-Sur-Glane, Prancis
pemandangan desa Oradour-sur-Glane (instagram.com/natmagwanderlust)
Serupa dengan Belchite, desa Oradour-Sur-Glane di Limousin, Prancis juga menjadi saksi kebrutalan perang. Tepatnya di tahun 1944 saat Perang Dunia II masih berkecamuk, pasukan SS Jerman membantai 624 warga lokal tanpa sisa dengan membakar mereka hidup-hidup.
Pemerintah Prancis menambahkan satu spot khusus untuk monumen dan makam para korban. Beberapa tulisan seperti “Desa Martir” dan “Kami Tidak Lupa” terpasang di sisa-sisa reruntuhan desa tersebut.
Sebuah tempat memang punya kemampuan menyimpan banyak memori, termasuk kenangan-kenangan buruk sekalipun. Melihat kota dan desa terbengkalai di atas, terbukti sudah betapa besarnya dampak perang pada kehidupan manusia.